BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
belakang
Kita
mungkin terlalu biasa untuk memikirkan hal mengenai jenis kelamin dalam
pengertian jantan dan betina baik dari spesies kita sendiri ataupaun spesies
domestic (yang kita pelihara). Akan tetapi tidaka semua organism memiliki dua
jenis kelamin saja. Sebagian bentuk paling sederhana dari dunia hewan dan
tumbuhan mungkin memiliki sejumlh jenis kelamin.
Relative tidak penting apakah ada
dua jenis kelamin atau lebih, ataupun apakah kedua jenis kelamin terdapat pada
individu yang sama atau berbeda. Nilai penting seks sendiri adalah bahwa seks
merupakan mekanisme penyedia banyak sekali variabilitas genetic yang mencirikan
kebanyakan populasi alami. Proses evolusioner seleksi alam bergantung pada
variabilitas genetic tersebutsebagai penyedia bahan mentah dimana tipe-tipe
yang berdaptasi lebih baik, biasanya bertahan hidup untuk bereproduksi. Banyak
mekanisme-mekanisme tambahan yang telah berevolusi untutk memastikan terjadinya
fertilisasi silang pada kebanyakan spesies sebagai suatu cara untuk
menghasilkan kombinasi-kombinasi genetic baru pada setiap generasi.
2. Rumusan
masalah
-
Bagaimana cara
menentukan jenis kelamin serta pewarisan tertaut-seks dan hal-hal yang
bersangkutan dengan seks?
3. Tujuan
-
Untuk mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan pautan seks
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PAUTAN SEKS
Pautan
adalah beberapa gen yang terletak dalam kromosom yang sama. Gen sendiri pada
kromosom berada pada lokus karena Lokus nya berdekatan , interval jaraknya
sedikit maka gen saling berkait atau berikatan atau Linkage. Mengingat gen itu
akan membawa sifat keketurunannya saat proses pembentukkan gamet maka akan
berpengaruh tentu ke sifat keturunannya. Linkage dikembangkan oleh : Morgan dan
Sutton.
Thomas Hunt Morgan
merupakan orang pertama yang membuktikan adanya gen pautan seks. Fenomena ini
dapat diamati pada persilangan lalat buah (Drosophila) jantan mata putih dengan
betina mata normal atau merah. Dari hasil persilangan didapatkan semua lalat
generasi F1 baik jantan maupun betina, 100% bermata merah. Persilangan
antara sesama F1 menghasilkan generasi F2 sebagai berikut.
Pada generasi F2,
diketahui bahwa tidak ada satupun lalat betina dengan mata putih. Sifat mata
putih hanya ditemukan pada lalat jantan. Dari hasil tersebut, Morgan menduga
bahwa gen untuk mata putih terletak pada kromosom X. Jika digunakan simbol
untuk alel mata merah dan w untuk mata putih, jantan mata putih pada P memiliki
kromosom XwY. Adapun betina mata merah adalah XwXw.
Percobaan
Morgan menjelaskan bahwa terdapat sifat yang diturunkan dan terpaut jenis
kelamin. Pola ini berlaku juga pada gen-gen yang terletak pada kromosom X.
Ketika gen resesif terdapat pada salah satu kromosom X di individu betina,
sifat tersebut dapat terekspresikan atau tidak. Hal ini bergantung ada atau
tidaknya gen dominan pada kromosom lain. Akan tetapi, pada individu jantan,
semua gen pada kromosom X akan terekspresikan. Hal ini disebabkan tidak
terdapat kromosom X lain sebagai alel gen tersebut.
B. MEKANISME
PENENTU JENIS KELAMIN
1. Mekanisme
Kromosom Seks
Jantan
heterogametik. pada manusia dan kebanyakan mamalia
lain, ada dua kromosom seks yang berbeda, atau heteromorfik, yaitu
kromosom X dan Y. keberadaan kromosom Y menentukan kelaki-lakian (maleness).
Laki-laki normal memiliki 22 pasang autosom dan masing-masing satu kromosom X
dan Y. Perempuan juga memiliki 22 pasang autosom, tetapi kedua kromosom seksnya
adalah X. Karena jika menyangkut
kromosom seks laki-laki menghasilkan dua jenis gamet, ia disebut jenis kelamin heterogametik.
Perempuan menghasilkan hanya satu jenis gamet, disebut jenis kelamin homogametic.
Dengan menganggap adanya segregasi bebas bias dan keberhasilan yang setara
dari masing-masing tipe gamet saat fertilisasi, seharusnya dihasilkan
masing-masing jenis kelamin dalam jumlah yang sebanding pada setiap generasi.
Proforsi jantan terhadap betina diistilahkan
sebagai rasio seks. Modus penentuan jenis kelamin ini biasanya
disebut sebagai metode XY.( Schaum’S:2006)
Betina
heterogametik. Metode penentuan jenis kelamin ini
ditemukan pada kelompok serangga yang cukup besar, termasuk kupu-kupu, ngengat
dan ulat sutera, serta sejumlah burung dan ikan. Kondisi 1-X dan 2-X pada
spesie-spesie itu menentukan betina dan jantan secara berurutan. Betina-betina
dari sebagian spesies (misalnya ayam peliharaan) memiliki sebuah kromosom yang
mirip dengan Y pada manusia. Pada kasusu-kasus tersebut, kromosom-kromosom seks
itu seringkali dilabeli Z dan W, bukanya
X dan Y secara berurutan, agar menunjukan fakta bahwa betina (ZW) merupakan
kelamin yang heterogametik, sedangkan jantan (ZZ) adalah jenis kelamin
homogametik.
2. Keseimbangan
Gen
Keberadaan
kromosom Y misalnya pada Drosophila, walaupun esensial bagi fertilisasi jantan,
tampaknya tak ada sama seakli kaitanya dengan penentua jeni kelamin. Alih-alih
, factor-faktor bagi jantan yang terdapat disemua autosom “ ditimbang” dan
dibandingkan dengan factor-faktor bagi betina yang terletak di kromosom
(kromosom X. Sebenarnya rasio kromosom X terhadap set-set autosom haploidlah
yang menentukan jenis kelamin pada Drosophila. Rasio itu menentukan seks dengan
cara mengaktivasi ekspresi gen spesifik –seks dari beberapa gen misalnya sexlethal
(Sxl), transformer (tra), dan doublesex (dsx). Singkat
kata , pada betina gen Sxl aktif dan mengarah pada pembentukan produk
gen tra yang aktif.( Schaum’S:2006)
3. Haplodiploidi
Lebah
jantan diketahui berkembang dengan parthenogenesis (tanpa penyatuan gamet) dari
sel-sel telur yang terfertilisasi (Arhenotoky) dan karenanya
haploid. Betina (baik pekerja maupun ratu) berasal dari sel-sel telur yang
terfertilisasi (diploid). Kromosom-kromosom seks tidak dilibatkan dalam
mekanisme penentuan jenis kelamin ini. Hal itu merupakan cirri khas ordo serangga Hymenoptera yang mencakup semut,
lebah, tawon dan lain-lain.
4. Efek
Gen Tunggal
Factor
Komplementer Penentuan Jenis (Complementary Sex Determination, CSD). Selain
haplodiploidi, anggota-anggota ordo serangga Hymenoptera diketahui menghasilkan
jantan melalui homozigositas pada sebuah lokus gen tunggal.
“Tipe
perjodohan” pada Mikroorganisme. Pada
mikroorganisme semisal alga Chlamydomonas,
fungi neurospora, dan khamir, jenis kelamin berada dibawah control
satu gen tunggal. Individu-individu haploid yang memiliki alel yang sama pada
lokus “tipe perjodohan” tersebut tidak dapat melakukan fusi satu sama lain
untuk membentuk zigot, tapi sel-sel haploid
yang mengandung alel-alel yang
berlawanan pada lokus tersebut bisa berfusi. Reproduksi aseksual pada
alaga motil bersel tunggal biasanya
melibatkan dua pembelahan mitosis di dalam dinding sel lama.
Secara
genetis ada dua tipe perjodohan yaitu plus (+) dan minus (-), yang secara
morfologis tak dapat dibedakan dan karenanya disebut isogamet. Fusi
gamet menyatukan dua sel utuh menjadi zigot diploid non motil yang relative
resisten terhadap kondisi-kondisi pertumbuhaqn yang tak menguntungkan. Dengan
kembalinya kondisi-kondisi yang menguntungkan teradap pertumbuhan, zigot
mengalalmi meiosis dan membentuk 4 sel
anakan haploid yang motil (zoospora) dan dari tipe perjodohan plus dan dua dari
tipa minus.
C. PEWARISAN
TERTAUT-SEKS
Gen
appaun yang berlokasi di kromosom X (pada mamalia ataupun Drosophila) atau pada
kromosom Z yang analog dengan X disebut tertaut-seks
atau tertaut-X. persilangan –persilangan resiprokal yang melibatkan
sifat-sifat autosomal memberikan hasil-hasil yang serupa. Persilangan
resiprokal dilakukan dengan mengawinkan seekor jantan yang memiliki suatu
fenotip dengan seekor betina dengan fenotif yang berbeda dan kemudian
mengulangi persilangan pertama. Sifat-sifat tertaut-seks tidak menunjukan
hasil-hasil yang sama dalam persilangan resiprokal.
D. VARIASI
TAUTAN SEKS
Kromosom-kromosom
seks (X dan Y) seringkali tidak sebanding dalam hal ukuran, bentuk dan/kualitas
pewarnaan. Fakta bahwa kromosom itu berpasangan pada saat meiosis merupakan
indikasi bahwa kromosom-kromosom itu mengandung setidaknya sejumlah segmen pseudoautosomal
homolog.gen-gen pada segmen pseoudoautosomal disebut tertaut-seks tidak
sempurna atau tertaut-seks sebagian dan bisa berkombinasi melalui
pindah silang pada kedua ke;amin, mirip dengan dilakukan lokus-lokus pada gen
autosom-autosom yang homolog. Diperlukan pesilangan-persilangan khusus untuk
menunjukkan keberadaan gen-gen semacam itu di kromosom X, dan contoh yang sudah
diketahui hanya sedikit. Gen-gen pada segmen nonhomolog pada kromosom X disebut
tertaut-seks sempurna dan menunjukkan model pewarisan yang tak umum.
Model ini dijabarkan pada bagian sebelumnya. Pada manusia 95% kromosom Y
merupakan bagian kromosom Y yang berkombinasi (NRY), tapi hanya ada kira-kira
selusin gen aktif yang terdapat dibagian gen tersebut. Pada kasus yang semacama
itu sifat-sifat yang bersesuaian dengan
gen-gen itu hanya akan diekspresikan pada laki-laki dan akan selalu
ditransmisikan dari ayah keanak laki-lakinya. Gen-gen tertentu- Y sempurna
semacam itu disebut gen-gen holandrik.
E. SIFAT-SIFAT
TERPENGARUH SEKS
Gen-gen
yang merpengaruhi sifat-sifat yang terpengaruh-seks bisa berada pada autosom
manapun atau pada bagian homolog kromosom seks. Ekspresi dominansi atau
keresesifan oleh alel-alel pada lokus-lokus yang terpengaruh seks berbanding
terbalik pada jantan dan betina. Hal itu sebagian besar diakibatkan oleh
perbedaan lingkungan internal yang diciptakan oleh hormone-hormon seks. Dengan
demikian contoh-contoh sifat-sifat tertaut-seks paling mudah ditemukan pada
hewan-hewan tingkat tinggi dengan system-sistem endokrin yang berkembang baik.(
Schaum’S:2006)
Contoh
:
Gen
bagi kebotakan pada manusia menunjukkan dominansi pada laki-laki, tapi bekerja
secara resesif pada perempuan.
Fenotipe
|
||
genotipa
|
Laki-laki
|
perempuan
|
b’b’
|
Botak
|
Botak
|
b’b
|
Botak
|
Tidak botak
|
Bb
|
Tidak botak
|
Tidak botak
|
F. SIFAT-SIFAT
TERBATAS SEKS
Sejumlah
gen autosomal mungkin hanya bisa terekspresi pada satu jenis kelamin, baik
aibat perbedaan lingkungan hormonal internal ataupun akibat ketidaksamaan
anatomis. Sebagai contoh, kita tahu bahwa sapi jantan memiliki banyak gen untuk
menghasilkan susu yang bisa ditransmisikannya kepada anak-anak betinanya, tapi
sapi jantan itu sendiri dan anak-anaknya tidak mampu mengekspresikan sifat
tersebut. Produksi susu karenanya terbatas bagi ekspresi bervariasi pada jenis
kelamin betina saja. Jika penetrasi sebuah gen pada salah satu jenis kelamin
adalah nol, sifat itu disebut terbatas-seks.
Contoh
:
Ayam
memiliki sebuah gen resesif bagi produksi bulu ayam jantan, yang penetran hanya
pada kondisi jantan.
Fenotipe
|
||
genotipe
|
jantan
|
Betina
|
HH
|
Berbulu ayam betina
|
Berbulu ayam betina
|
Hh
|
Berbulu ayam betina
|
Berbulu ayam betina
|
Hh
|
Berbulu ayam betina
|
Berbulu ayam betina
|
G. PEMBALIKAN
SIFAT
Diketahui
sejumlah kasus dimana ayam betina (ZW) yang telah bertelur mengalami tak hanya pembalikan
ciri-ciri seksual sekunder, misalnya perkembangan bulu jantan, taji dan
berkokok, tapi juga perkembangan testes dan bahkan produksi sel-sel sperma
(cirri-ciri seksual primer). Hal itu bisa terjadi, misalnya, penyakit
menghancurkan ovarium bisa berpoliferasi. Dalam memecahkan soal-soal mengenai
pembalikan seks, haruslah diingat bahwa jantan fungsional yang berasal dari
pembalikan seks, akan tetap betina secara genetis (ZW)
H. FENOMENA
SEKSUAL PADA TUMBUHAN
Kebanyakan
tumbuhan berbunga adalah monoesis dan karenanya tak memiliki kromosom seks.
Kemampuan sel-sel yang dihasilkan melalui mitosis, dengan kandungan genetik
yang tepat sama, untuk menghasilkan jaringan-jaringan dengan fungsi-fungsi
seksual yang berbeda pada bunga sempurna sebenarnya telah menunjukkan dengan
jelas bipotalitas sel-sel tanaman semacam itu.
Gamet-gamet
yang dihasilkan oleh individu yang sama untuk menyatu dan menghasilkan tanaman
yang variable dan fertile adalah umum pada banyak keluarga tumbuhan berbunga.
Fertilisasi sendiri juga diketahui terjadi pada beberapa kelompok hewan rendah.
Bunga sempurna tumbuhan monoesis gagal membuka
(kleistogami) sampai polennya matang dan melakukan fertilisasi
sendiri. Fertilisasi sendiri harus terjadi pada jelai, kacang-kacangan, haver,
ercis, kedelai, tembakau, tomat, gandum, dan berbagai tanaman pangan lainya.
Pada sejumlah spesies, fertilisasi sendiri maupun fertilisasi silang dapat terjadi dengan
derajat berbeda-beda. Sebagai contoh, kapas dan sorgum biasanya mengalami lebih
dari 10% fertilisasi sendiri. Spesies-spesies monoesis lain telah mengembangkan
mekanisme-mekanisme genetik yang mencegah fertilisasi sendiri atau perkembangan
yang dihasilkan dari penyatuan gamet-gamet yang identik, sehingga fertilisasi
silang pun menjadi suatu keharusan.( Schaum’S:2006)
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam
menentukan jenis kelamin kita harus mengetahui mekanisme kromosom seks,
keseimbangan gen, haplodiploidi serta efek gen tunggalnya.
2. Dapat
diketahui bahwa gen-gen memiliki sifat-sifat terpengaruh seks dan juga
sifat-sifat terbatas seks.
3. Fetilisasi
pada tumbuhan tidak hanya dapat dilakukan dengan cara fertilisasi silang, namun
juga dapat dilakukan dengan cara fertilisasi sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Schaum’S.2006.Genetika.Jakarta:
Erlangga
Biologipedia.blogspot.com/2010/11/pautan-seks.html/
April 1, 2014 pkl 14.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar