Jumat, 13 November 2015

Makalah MEKANISME SEL

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar belakang
Kita mungkin terlalu biasa untuk memikirkan hal mengenai jenis kelamin dalam pengertian jantan dan betina baik dari spesies kita sendiri ataupaun spesies domestic (yang kita pelihara). Akan tetapi tidaka semua organism memiliki dua jenis kelamin saja. Sebagian bentuk paling sederhana dari dunia hewan dan tumbuhan mungkin memiliki sejumlh jenis kelamin.
            Relative tidak penting apakah ada dua jenis kelamin atau lebih, ataupun apakah kedua jenis kelamin terdapat pada individu yang sama atau berbeda. Nilai penting seks sendiri adalah bahwa seks merupakan mekanisme penyedia banyak sekali variabilitas genetic yang mencirikan kebanyakan populasi alami. Proses evolusioner seleksi alam bergantung pada variabilitas genetic tersebutsebagai penyedia bahan mentah dimana tipe-tipe yang berdaptasi lebih baik, biasanya bertahan hidup untuk bereproduksi. Banyak mekanisme-mekanisme tambahan yang telah berevolusi untutk memastikan terjadinya fertilisasi silang pada kebanyakan spesies sebagai suatu cara untuk menghasilkan kombinasi-kombinasi genetic baru pada setiap generasi.
2.      Rumusan masalah
-          Bagaimana cara menentukan jenis kelamin serta pewarisan tertaut-seks dan hal-hal yang bersangkutan dengan seks?
3.      Tujuan
-          Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pautan seks



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PAUTAN SEKS
Pautan adalah beberapa gen yang terletak dalam kromosom yang sama. Gen sendiri pada kromosom berada pada lokus karena Lokus nya berdekatan , interval jaraknya sedikit maka gen saling berkait atau berikatan atau Linkage. Mengingat gen itu akan membawa sifat keketurunannya saat proses pembentukkan gamet maka akan berpengaruh tentu ke sifat keturunannya. Linkage dikembangkan oleh : Morgan dan Sutton.
Thomas Hunt Morgan merupakan orang pertama yang membuktikan adanya gen pautan seks. Fenomena ini dapat diamati pada persilangan lalat buah (Drosophila) jantan mata putih dengan betina mata normal atau merah. Dari hasil persilangan didapatkan semua lalat generasi F1 baik jantan maupun betina, 100% bermata merah. Persilangan antara sesama F1 menghasilkan generasi F2 sebagai berikut.
Pada generasi F2, diketahui bahwa tidak ada satupun lalat betina dengan mata putih. Sifat mata putih hanya ditemukan pada lalat jantan. Dari hasil tersebut, Morgan menduga bahwa gen untuk mata putih terletak pada kromosom X. Jika digunakan simbol untuk alel mata merah dan w untuk mata putih, jantan mata putih pada P memiliki kromosom XwY. Adapun betina mata merah adalah XwXw.
Percobaan Morgan menjelaskan bahwa terdapat sifat yang diturunkan dan terpaut jenis kelamin. Pola ini berlaku juga pada gen-gen yang terletak pada kromosom X. Ketika gen resesif terdapat pada salah satu kromosom X di individu betina, sifat tersebut dapat terekspresikan atau tidak. Hal ini bergantung ada atau tidaknya gen dominan pada kromosom lain. Akan tetapi, pada individu jantan, semua gen pada kromosom X akan terekspresikan. Hal ini disebabkan tidak terdapat kromosom X lain sebagai alel gen tersebut.

B.     MEKANISME PENENTU JENIS KELAMIN
1.      Mekanisme Kromosom Seks
Jantan heterogametik. pada manusia dan kebanyakan mamalia lain, ada dua kromosom seks yang berbeda, atau heteromorfik, yaitu kromosom X dan Y. keberadaan kromosom Y menentukan kelaki-lakian (maleness). Laki-laki normal memiliki 22 pasang autosom dan masing-masing satu kromosom X dan Y. Perempuan juga memiliki 22 pasang autosom, tetapi kedua kromosom seksnya adalah X.  Karena jika menyangkut kromosom seks laki-laki menghasilkan dua jenis gamet, ia disebut jenis kelamin heterogametik. Perempuan menghasilkan hanya satu jenis gamet, disebut jenis kelamin homogametic. Dengan menganggap adanya segregasi bebas bias dan keberhasilan yang setara dari masing-masing tipe gamet saat fertilisasi, seharusnya dihasilkan masing-masing jenis kelamin dalam jumlah yang sebanding pada setiap generasi. Proforsi jantan terhadap betina diistilahkan  sebagai rasio seks. Modus penentuan jenis kelamin ini biasanya disebut sebagai metode XY.( Schaum’S:2006)
Betina heterogametik. Metode penentuan jenis kelamin ini ditemukan pada kelompok serangga yang cukup besar, termasuk kupu-kupu, ngengat dan ulat sutera, serta sejumlah burung dan ikan. Kondisi 1-X dan 2-X pada spesie-spesie itu menentukan betina dan jantan secara berurutan. Betina-betina dari sebagian spesies (misalnya ayam peliharaan) memiliki sebuah kromosom yang mirip dengan Y pada manusia. Pada kasusu-kasus tersebut, kromosom-kromosom seks itu seringkali  dilabeli Z dan W, bukanya X dan Y secara berurutan, agar menunjukan fakta bahwa betina (ZW) merupakan kelamin yang heterogametik, sedangkan jantan (ZZ) adalah jenis kelamin homogametik.
2.      Keseimbangan Gen
Keberadaan kromosom Y misalnya pada Drosophila, walaupun esensial bagi fertilisasi jantan, tampaknya tak ada sama seakli kaitanya dengan penentua jeni kelamin. Alih-alih , factor-faktor bagi jantan yang terdapat disemua autosom “ ditimbang” dan dibandingkan dengan factor-faktor bagi betina yang terletak di kromosom (kromosom X. Sebenarnya rasio kromosom X terhadap set-set autosom haploidlah yang menentukan jenis kelamin pada Drosophila. Rasio itu menentukan seks dengan cara mengaktivasi ekspresi gen spesifik –seks dari beberapa gen misalnya sexlethal (Sxl), transformer (tra), dan doublesex (dsx). Singkat kata , pada betina gen Sxl aktif dan mengarah pada pembentukan produk gen tra yang aktif.( Schaum’S:2006)
3.      Haplodiploidi
Lebah jantan diketahui berkembang dengan parthenogenesis (tanpa penyatuan gamet) dari sel-sel telur yang terfertilisasi (Arhenotoky) dan karenanya haploid. Betina (baik pekerja maupun ratu) berasal dari sel-sel telur yang terfertilisasi (diploid). Kromosom-kromosom seks tidak dilibatkan dalam mekanisme penentuan jenis kelamin ini. Hal itu merupakan cirri khas ordo  serangga Hymenoptera yang mencakup semut, lebah, tawon dan lain-lain.
4.      Efek Gen Tunggal
Factor Komplementer Penentuan Jenis (Complementary Sex Determination, CSD). Selain haplodiploidi, anggota-anggota ordo serangga Hymenoptera diketahui menghasilkan jantan melalui homozigositas pada sebuah lokus gen tunggal.
“Tipe perjodohan” pada Mikroorganisme. Pada mikroorganisme  semisal alga Chlamydomonas, fungi neurospora, dan khamir, jenis kelamin berada dibawah control satu gen tunggal. Individu-individu haploid yang memiliki alel yang sama pada lokus “tipe perjodohan” tersebut tidak dapat melakukan fusi satu sama lain untuk membentuk zigot, tapi sel-sel haploid  yang mengandung alel-alel yang  berlawanan pada lokus tersebut bisa berfusi. Reproduksi aseksual pada alaga motil  bersel tunggal biasanya melibatkan dua pembelahan mitosis di dalam dinding sel lama.
Secara genetis ada dua tipe perjodohan yaitu plus (+) dan minus (-), yang secara morfologis tak dapat dibedakan dan karenanya disebut isogamet. Fusi gamet menyatukan dua sel utuh menjadi zigot diploid non motil yang relative resisten terhadap kondisi-kondisi pertumbuhaqn yang tak menguntungkan. Dengan kembalinya kondisi-kondisi yang menguntungkan teradap pertumbuhan, zigot mengalalmi meiosis  dan membentuk 4 sel anakan haploid yang motil (zoospora) dan dari tipe perjodohan plus dan dua dari tipa minus.
C.    PEWARISAN TERTAUT-SEKS
Gen appaun yang berlokasi di kromosom X (pada mamalia ataupun Drosophila) atau pada kromosom Z yang analog dengan X  disebut tertaut-seks atau tertaut-X. persilangan –persilangan resiprokal yang melibatkan sifat-sifat autosomal memberikan hasil-hasil yang serupa. Persilangan resiprokal dilakukan dengan mengawinkan seekor jantan yang memiliki suatu fenotip dengan seekor betina dengan fenotif yang berbeda dan kemudian mengulangi persilangan pertama. Sifat-sifat tertaut-seks tidak menunjukan hasil-hasil yang sama dalam persilangan resiprokal.
D.    VARIASI TAUTAN SEKS
Kromosom-kromosom seks (X dan Y) seringkali tidak sebanding dalam hal ukuran, bentuk dan/kualitas pewarnaan. Fakta bahwa kromosom itu berpasangan pada saat meiosis merupakan indikasi bahwa kromosom-kromosom itu mengandung setidaknya sejumlah segmen pseudoautosomal homolog.gen-gen pada segmen pseoudoautosomal disebut tertaut-seks tidak sempurna atau tertaut-seks sebagian dan bisa berkombinasi melalui pindah silang pada kedua ke;amin, mirip dengan dilakukan lokus-lokus pada gen autosom-autosom yang homolog. Diperlukan pesilangan-persilangan khusus untuk menunjukkan keberadaan gen-gen semacam itu di kromosom X, dan contoh yang sudah diketahui hanya sedikit. Gen-gen pada segmen nonhomolog pada kromosom X disebut tertaut-seks sempurna dan menunjukkan model pewarisan yang tak umum. Model ini dijabarkan pada bagian sebelumnya. Pada manusia 95% kromosom Y merupakan bagian kromosom Y yang berkombinasi (NRY), tapi hanya ada kira-kira selusin gen aktif yang terdapat dibagian gen tersebut. Pada kasus yang semacama itu sifat-sifat yang bersesuaian  dengan gen-gen itu hanya akan diekspresikan pada laki-laki dan akan selalu ditransmisikan dari ayah keanak laki-lakinya. Gen-gen tertentu- Y sempurna semacam itu disebut gen-gen holandrik.
E.     SIFAT-SIFAT TERPENGARUH SEKS
Gen-gen yang merpengaruhi sifat-sifat yang terpengaruh-seks bisa berada pada autosom manapun atau pada bagian homolog kromosom seks. Ekspresi dominansi atau keresesifan oleh alel-alel pada lokus-lokus yang terpengaruh seks berbanding terbalik pada jantan dan betina. Hal itu sebagian besar diakibatkan oleh perbedaan lingkungan internal yang diciptakan oleh hormone-hormon seks. Dengan demikian contoh-contoh sifat-sifat tertaut-seks paling mudah ditemukan pada hewan-hewan tingkat tinggi dengan system-sistem endokrin yang berkembang baik.( Schaum’S:2006)
Contoh :
Gen bagi kebotakan pada manusia menunjukkan dominansi pada laki-laki, tapi bekerja secara resesif pada perempuan.

Fenotipe
genotipa
Laki-laki
perempuan
b’b’
Botak
Botak
b’b
Botak
Tidak botak
Bb
Tidak botak
Tidak botak

F.     SIFAT-SIFAT TERBATAS SEKS
Sejumlah gen autosomal mungkin hanya bisa terekspresi pada satu jenis kelamin, baik aibat perbedaan lingkungan hormonal internal ataupun akibat ketidaksamaan anatomis. Sebagai contoh, kita tahu bahwa sapi jantan memiliki banyak gen untuk menghasilkan susu yang bisa ditransmisikannya kepada anak-anak betinanya, tapi sapi jantan itu sendiri dan anak-anaknya tidak mampu mengekspresikan sifat tersebut. Produksi susu karenanya terbatas bagi ekspresi bervariasi pada jenis kelamin betina saja. Jika penetrasi sebuah gen pada salah satu jenis kelamin adalah nol, sifat itu disebut terbatas-seks.
Contoh :
Ayam memiliki sebuah gen resesif bagi produksi bulu ayam jantan, yang penetran hanya pada kondisi jantan.

Fenotipe
genotipe
jantan
Betina
HH
Berbulu ayam betina
Berbulu ayam betina
Hh
Berbulu ayam betina
Berbulu ayam betina
Hh
Berbulu ayam betina
Berbulu ayam betina

G.    PEMBALIKAN SIFAT
Diketahui sejumlah kasus dimana ayam betina (ZW) yang telah bertelur mengalami tak hanya pembalikan ciri-ciri seksual sekunder, misalnya perkembangan bulu jantan, taji dan berkokok, tapi juga perkembangan testes dan bahkan produksi sel-sel sperma (cirri-ciri seksual primer). Hal itu bisa terjadi, misalnya, penyakit menghancurkan ovarium bisa berpoliferasi. Dalam memecahkan soal-soal mengenai pembalikan seks, haruslah diingat bahwa jantan fungsional yang berasal dari pembalikan seks, akan tetap betina secara genetis (ZW)
H.    FENOMENA SEKSUAL PADA TUMBUHAN
Kebanyakan tumbuhan berbunga adalah monoesis dan karenanya tak memiliki kromosom seks. Kemampuan sel-sel yang dihasilkan melalui mitosis, dengan kandungan genetik yang tepat sama, untuk menghasilkan jaringan-jaringan dengan fungsi-fungsi seksual yang berbeda pada bunga sempurna sebenarnya telah menunjukkan dengan jelas bipotalitas sel-sel tanaman semacam itu.
Gamet-gamet yang dihasilkan oleh individu yang sama untuk menyatu dan menghasilkan tanaman yang variable dan fertile adalah umum pada banyak keluarga tumbuhan berbunga. Fertilisasi sendiri juga diketahui terjadi pada beberapa kelompok hewan rendah. Bunga sempurna tumbuhan monoesis gagal membuka  (kleistogami) sampai polennya matang dan melakukan fertilisasi sendiri. Fertilisasi sendiri harus terjadi pada jelai, kacang-kacangan, haver, ercis, kedelai, tembakau, tomat, gandum, dan berbagai tanaman pangan lainya. Pada sejumlah spesies, fertilisasi sendiri maupun  fertilisasi silang dapat terjadi dengan derajat berbeda-beda. Sebagai contoh, kapas dan sorgum biasanya mengalami lebih dari 10% fertilisasi sendiri. Spesies-spesies monoesis lain telah mengembangkan mekanisme-mekanisme genetik yang mencegah fertilisasi sendiri atau perkembangan yang dihasilkan dari penyatuan gamet-gamet yang identik, sehingga fertilisasi silang pun menjadi suatu keharusan.( Schaum’S:2006)



BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Dalam menentukan jenis kelamin kita harus mengetahui mekanisme kromosom seks, keseimbangan gen, haplodiploidi serta efek gen tunggalnya.
2.      Dapat diketahui bahwa gen-gen memiliki sifat-sifat terpengaruh seks dan juga sifat-sifat terbatas seks.
3.      Fetilisasi pada tumbuhan tidak hanya dapat dilakukan dengan cara fertilisasi silang, namun juga dapat dilakukan dengan cara fertilisasi sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Schaum’S.2006.Genetika.Jakarta: Erlangga

Biologipedia.blogspot.com/2010/11/pautan-seks.html/ April 1, 2014 pkl 14.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar